Minggu, 15 Agustus 2010

Waktu Terbatas (Soal Kesadaran pada Waktu)

Pertandingan bola, pasti dibatasi waktu. Mana ada main bola tanpa batasan waktu, kecuali main bola di gang depan rumah. Tidak beda dengan waktu hidup manusia. Ternyata hidup ini ada batasan waktunya. Suatu saat, tidak tahu kapan, waktu hidup ini akan habis masa berlakunya, dan manusia akan berada dalam kemenangan atau kesengsaraan yang abadi.

Saya ingat banget waktu final AC Milan melawan Liverpool dalam perebutan piala Champion tahun 2005. Waktu itu klub asal Inggris itu ketinggalan 0-3. Tapi dengan semangat yang luar biasa, mereka bisa menyamakan kedudukan, bahkan secara mengejutkan memenangkan pertandingan lewat adu pinalti! Saya salut dengan efektivitas waktu yang mereka gunakan untuk membawa klub asal Inggris itu menjadi jawara. Mereka benar-benar memanfaatkan waktu dengan disiplin dan ketat. Sehingga waktu yang digunakan tidak sia-sia.

Ups, ternyata waktu hidup manusia itu sama saja: terbatas. Suatu saat masa berlakunya akan berakhir. Bedanya kalau dalam sepak bola ada 2x45 menit. Jika ada babak tambahan, bisa 2x15 menit. Tapi yang jelas, waktu pertandingan terbatas dan bisa diprediksi. Susahnya, waktu pertandingan manusia dalam hidup ini tidak ketahuan kapan berakhirnya. Kalau pemain bola masih bisa mengira-ngira waktu permainan. Kalau manusia? Waduh susah memprediksinya. Waktu hidup ini bisa berakhir besok, tahun depan, atau sebentar lagi. Bisa saat sehat, sakit-sakitan, atau kecelakaan. Bahkan sehebat-hebatnya peramal dalam meramalkan hidup orang lain, ia hanyalah manusia rapuh yang tidak bisa memprediksi waktu kematiannya sendiri. Nobody knows.

Pernah nggak gemas saat melihat kesebelasan favorit tidak bikin gol juga, padahal waktu tinggal sedikit, dan posisi tim sedang ketinggalan? Mungkin itulah yang terjadi pada orang-orang disekitar kita yang gemas karena kita tidak bangkit-bangkit juga dari sikap santai atau malas. Mungkin ada yang harus diperbaiki dalam manajemen waktu pribadi. Mungkin perlu memperbaiki kualitas hidup agar waktu yang cuma satu kali ini dibuat jadi berarti. Mungkin perlu belajar dari tim-tim dunia, dalam memanfaatkan waktu secara efektif.

Selama satu tahun hidup setiap insan, usianya kurang lebih 31.536.000 detik. Setiap detiknya hanya akan dilalui satu kali saja seumur hidup. Tidak percaya? Coba saja catat hari ini tanggal berapa, bulan apa, tahun berapa, jam berapa lengkap dengan detiknya. Akankah hari, bulan, tahun, jam dan detik ini terulan lagi? Maka tidak salah, bukan, kalau belajar dari akurasi penggunaan bola dari pekerja-pekerja lapangan hijau tingkat dunia? Karena kualitas pemainan mereka ditentukan dari seberapa efektif mereka memanfaatkan bola di kaki, seberapa akurat bola itu bisa membantu menghasilkan gol, di tengah keterbatasan waktu. Pelatih memperhatikan detail-detail seperti ini. Itulah sebabnya setiap detiknya, pertandingan sangat menegangkan. Saat injury time, atau waktu menjelang akhir pertandingan, apalagi kalau skor sangat ketat, bisa jadi waktu yang sangat... sangat menegangkan buat seorang pekerja lapangan hijau, juga bagi penonton, apalagi pelatih. Kemampuan seorang pemain tingkat dunia untuk memanfaatkan waktu dengan efektif itulah yang membuatnya punya harga yang amat mahal. Tidak beda kan dengan hidup yang sesungguhnya?

Semua manusia mengalami masa hidupnya setiap hari, setiap bulan dan setiap tahunnya sama saja. Hanya saja, tidak semua mampu memanfaatkan waktu yang terbatas ini dengan akurat dan bijaksana. Herannya, maaf, kadang kala hewan dan tumbuhan jauh lebih berhikmat daripada manusia. Misalnya semut, yang tidak punya pemimpin tetapi tidak pernah kehabisan makanan kerena ia kumpulkan tiap musimnya dengan disiplin. Bunga dan dedaunan adalah makhluk yang sangat sadar musim, tahu kapan waktu pembiakannya, dan tidak pernah kehabisan waktu. Tapi manusia, menurut Laurie Beth Jones dalam The Path (Kanisius, 2003) adalah satu-satunya spesies yang bisa menjadi pengangguran! Kenapa? Karena cuma manusia yang tahu apa artinya buang-buang waktu, tapi ya, dibuang-buang juga waktu yang dimilikinya itu. Cuma manusia yang bingung akan tujuan hidupnya. Sedangkan hewan dan tumbuhan selalu berkembang biak dalam musim kawin, dan berbuah pada musimnya secara teratur sejak mereka benih atau janin. Semuanya tepat waktu, teratur, konsisten, dan berkembang biak sesuai musimnya, walau tak ada pengontrolnya. Sekali-kali manusia perlu belajar dari ciptaan yang derajatnya lebih rendah.

Efektivitas terhadap waktulah yang membuat manusia jadi “mahal” dan “murahan.” Pekerja lapangan hijau adalah representasi kecil dari pelaku efektivitas itu, dan hitup ini adalah representasi besarnya.

(Gheeto TW, Kick n’ Goal)

2 komentar: